Saturday, October 31, 2015

KIRNO dan CITA-CITANYA

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’ #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com

KIRNO dan CITA-CITANYA
Pagi sekali Kirno sudah siap-siap berangkat kerja dengan sepedanya. Walau naik sepeda tapi pakaiannya lebih komplit dari pengendara motor. Jaket kulit, helm SNI, dan kasut tangan,semuanya dipakai. Kirno bukan orang gila, dia normal dan sehat. Tapi juga tidak semua orang yang mengatakan Kirno normal, ada sebagian yang mengatakan dirinya sedikit kurang. Pekerjaanya adalah relawan pengatur lalu lintas di perempatan jalan raya yang belum mempunyai lampu merah.

Jam tujuh dia sudah tiba di perempatan jalan. Tangan kirinya memegang tongkat bergambar rambu-rambu lalu lintas berwarna merah bertuliskan huruf S yang di silang, yang berarti stop atau berhenti, sementara tangan kananya memegang sempritan. Tugasnya memang memberhentikan kendaraan sebagai pengganti lampu merah untuk mempermudah para pengguna jalan yang hendak menyebrang. Sesekali karena jasanya itu, tidak sedikit orang memberinya upah. 

“Hati-hati di jalan. Taati rambu-rambu lalu lintas. Istirahatlah jika lelah. Ingat! Keluarga anda menunggu di rumah,” kata Kirno setiap kali dia menghentikan kendaraan yang lewat. Orang yang setiap hari bertemu Kirno akan hapal kata-katanya yang tidak pernah diganti itu.

Setiap kali Kirno bertemu orang yang menurutnya kurang memenuhi standar dirinya dalam berkendaraan dia akan mengingatkannya,

“Pakai helm yang ber-SNI, Bang. Helm biasa itu bahaya. Juga pasang kedua kaca spionnya, terutama yang kanan. Itu sangat penting. Hati-hati, silakan jalan lagi.”
Seperti seorang polisi saja, Kirno selalu mengingatkan para pengguna jalan, hanya bedanya badan Kirno terlalu gendut dan tidak pantas jadi seorang polisi. Andai dia disuruh lari satu kali putaran lapangan bola saja sudah tidak kuat. Tapi, merasa dapat membantu orang lain saja dirinya sudah senang. Apa lagi kalau dirinya benar-benar nyata menjadi seorang polisi. Ah, pasti senang sekali. Walau sebenarnya menjadi seorang polisi bukanlah cita-citanya karena keinginannya di dunia ini hanya satu yaitu punya sepeda motor sendiri.

Helm dan jaket merupakan tahapan awal Kirno untuk mencapai cita-citanya. Pikirnya, orang yang punya helm akan segera punya motor. Maka saat uangnya terkumpul dan mampu membeli helm, tanpa pikir panjang dirinya langsung membeli helm karena dia seorang bujangan, uang yang dimilikinya adalah miliknya sendiri. Apa pun yang hendak dilakukannya, ya terserah dia.

Siang itu, matahari pas ada di atas kepala. Keringat Kirno bercucuran dari segala arah. Wajahnya terlihat basah, begitu pun baju yang dipakainya. Ia menepi hendak istirahat. Air minum botol diraihnya, dia terlihat sangat haus terbukti ketika dirinya mampu menghabiskan setengah dari botol minumannya kalau saja tidak ada yang memanggilnya mungkin dia akan menghabiskan semuanya,

“Kirno, banyak yang mau nyebrang tu,” jelas salah satu tukang ojek yang sedang nunggung penumpang.

Kirno pun segera bergegas, mobil dan motor yang hendak melintas secara perlahan akan melambatkan lajunya saat Kirno mengangkat tongkat stopnya. Kemudian ramai-ramai orang nyebrang jalan. Seperti biasanya Kirno akan mengucapkan kata keramatnya,

“Aku hapal, Mas,” kata seorang laki-laki yang motornya sedang berhenti.

“Hati-hati di jalan. Taati rambu-rambu lalu lintas. Istirahatlah jika lelah. Ingat! Keluarga anda menunggu di rumah,” kata laki-laki itu yang juga diikuti tiga orang lainnya.

Kirno tersenyum dan membalas, “terima kasih.”

“Bapak hapal?” lanjut Kirno, menanyai seorang bapak yang sejak tadi bengong karena merasa aneh. Dan seorang bapak-bapak tadi hanya menggelengkan kepala.

“Hati-hati di jalan. Taati rambu-rambu lalu lintas. Istirahatlah jika lelah. Ingat! Keluarga anda menunggu di rumah,” jelas Kirno dan dijawab senyum oleh bapak tadi.

Bukannya melanjutkan perjalanan, Kirno melihat bapak-bapak tadi malah menepi. Kirno menghampirinya,

“Pak, kelelahan? Dari mana?”
“Mas, kok orang-orang pada hapal ucapan mas?” malah balik tanya tanpa menghiraukan pertanyaanku.

“Ya, mungkin mereka sering mendengarnya dan juga sering bolak-balik daerah sini.”
“Bagus, lanjutkan mas.”

“Ya, terima kasih. Yang penting bukan mengahapal kalimatnya tapi mempraktekannya. Kalau bapak lelah, istrirahatlah dulu.”

“Tidak, aku hanya penasaran saja. Okey, aku harus melanjutkan perjalananku.”

“Hati-hati....”

“Hati-hati di jalan. Taati rambu-rambu lalu lintas. Istirahatlah jika lelah. Ingat! Keluarga anda menunggu di rumah. Begitu ‘kan?”

Mereka saling tersenyum.

Sudah tujuh tahun Kirno menjalani profesinya itu, pantas saja banyak orang yang hapal kalimatnya. Dari tujuh tahun itu pula tabungannya sudah menumpuk. Di hitung-hitung ternyata jumlahnya sudah cukup untuk membeli sepeda motor. Enam belas juta. Dapat satu motor matik impiannya yang selama ini diperjuangkan. Sudahkah saatnya berpisah dengan sepedanya? Dan memiliki kekasih baru bernama sepeda motor. Sanggupkah ia berpisah dengan sepedanya yang menemani perjuangannya?

“Mbak, aku nyari motor matik yang warna merah,” jelas Kirno kepada SPG dealer motor.

“Silakan Mas. Mau kredit apa cash?”

“Cash!”

Tampang Kirno yang kurang meyakinkan membuat SPG-nya sedikit kurang percaya. Tapi setelah Kirno menunjukkan uangnya dari dalam tas barulah percaya. Dan hari itu Kirno resmi punya motor. Helm sudah punya, jaket pun sudah ada. Betapa bahagianya Kirno saat cita-citanya tercapai. Kini dia bukan saja akan menjadi penasihat para pengendara sepeda motor, tapi juga akan menjadi contoh bagi mereka. Mempraktekan apa yang selama ini dia samapaikan kepada orang-orang, “hati-hati di jalan. Taati rambu-rambu lalu lintas. Istirahatlah jika lelah. Ingat! Keluarga anda menunggu di rumah.”

SIM. Saat semuanya sudah dimiliki hanya satu lagi keinginananya untuk menyempurnakan cita-citanya yaitu SIM. Bagi Kirno, tercapainya cita-cita adalah saat cita-citanya terwujud sempurna tanpa masalah. Apalah arti kekayaan jika didapat dengan korupsi. Dan apa gunanya kemewahan jika hidupnya tergadai kebohongan. Dengan SIM dia akan bebas berkendara ke mana pun tanpa takut ditilang. Asal dirinya menaati rambu-rambu lalu lintas.

Walau sebagai pengguna baru, Kirno sudah mempelajari jauh-jauh hari tentang rambu-rambu lalu lintas dan pentingnya mematuhi itu. Bukan satu atau dua hari dia mempelajarinya, sejak dia ingin memiliki motor sejak itu pula dia menghapal gambar-gambar yang nanti akan dia temui di jalan raya. Maka dengan mudahnya ia mendapatkan SIM C. Selama mempelajari itu, poin penting yang Kirno dapatkan adalah bahwa,

“Berkendaraan bukan melulu mematuhi peraturan lalu lintas tapi juga memeriksa kendaraan secara berkala. Banyak kecelakaan terjadi hanya karena kurang mengontrol kesehatan kendaraan. Ban bocor, rem blong, atau juga mesin harus diperhatikan.”
... 
Jaket kulit, helm SNI, masker, kasut tangan, sepatu, dan sepeda motor matik berwarna merah. Seseorang yang berbadan gemuk terlihat gagah. Dia duduk di atas motornya. Starter dinyalakan. Terdengar suara mesin yang masih halus. Lampu depan menyala. Bibirnya tersenyum, dengan lirih dan keyakian mantap keluar kalimat dari mulutnya, “bismillah, hati-hati di jalan. Taati rambu-rambu lalu lintas. Istirahatlah jika lelah. Ingat! Keluarga anda menunggu di rumah.” Ya, pemuda itu tidak lain adalah Kirno. Siap berangkat kerja dengan SIM dan STNK di kantongnya.

Di perempatan jalan raya, Kirno sudah siap kembali membantu orang-orang menyebrang jalan. Motornya diparkir bersama motor tukang ojek. Kini profesinya merangkap sebagai tukang ojek. Dulu, setiap kali ada orang ngasih upah, uangnya ditabung untuk bisa membeli motor. Sekarang uangnya ia tabung untuk ongkos nikah.

“Hati-hati di jalan. Taati rambu-rambu lalu lintas. Istirahatlah jika lelah. Ingat! Keluarga anda menunggu di rumah.”

0 komentar: